Keris Bali Ardawalika
Keris Ardawalika atau Keris Puputan Klungkung ini dipercaya sebagai senjata terakhir yang digenggam Dewa Agung Jambe, raja terakhir Klungkung dalam peristiwa Puputan Klungkung. Puputan Klungkung adalah perang penghabisan antara Kerajaan Klungkung melawan Belanda pada dua puluh delapan April sembilan belas nol delapan. Keris ini merupakan keris pusaka kerajaan yang dirampas Belanda usai peristiwa itu. Seorang koresponden De Locomotief Belanda dua pekan setelah peristiwa puputan menurunkan laporan tentang barang-barang berharga yang disita dari dalam puri Kerajaan Klungkung. Barang-barang ini berserakan di antara ratusan mayat, di antaranya adalah sejumlah keris.
Lekatnya keberadaan keris dengan gugurnya Raja Klungkung mungkin berhubungan dengan kepercayaan di Bali, bahwa membawa keris artinya berani mempertaruhkan nyawa. Pun di Bali kekuatan dan legitimasi raja dan kerajaan terletak pada kepemilikan keris. Hingga kini keris malah masih dipandang sebagai lambang kekuatan dan simbol kekuasaan. Meski begitu, sebuah sajak karya Pedanda Ngurah Abiansemal yang ditulis kira-kira sepuluh tahun setelah peristiwa tersebut menyebut sang raja menggenggam tombak, bukan keris, pada saat-saat terakhirnya.
Bahan : Logam | ||
Jenis : Etnografi | ||
Nomor Inventaris : 14905 (E.796) | ||
Lembaga : Museum Nasional Indonesia |
Topik keterkaitan
Beberapa topik yang terkait dengan data tersebut